Raksasa pengembang properti China Country Garden mengumumkan kemungkinan mengalami gagal bayar pada Rabu (30/8). Risiko itu muncul setelah mencatat kerugian US$7 miliar (51,5 miliar yuan) atau Rp105 triliun (asumsi kurs Rp15 ribu per dolar AS) sepanjang semester I/2023.
Berdasarkan CNN, Kamis (31/8), itu merupakan alarm kemungkinan perusahaan tak bisa membayar utang kepada para investornya. Kondisi ini sebelumnya juga dialami oleh raksasa properti Evergrande.
Sebagai salah satu pengembang perumahan terbesar di China, Country Garden mengakui sejak tahun lalu permintaan properti di negara tersebut mengalami penurunan, terutama di kota-kota besar.
“Perusahaan merasa sangat menyesal atas kinerja yang tidak memuaskan,” kata Country Garden dalam pengajuan ke bursa saham Hong Kong.
Country Garden mengaku telah melewatkan pembayaran bunga utang kepada pemegang beberapa obligasi di awal bulan ini, dan jika kinerja keuangan perusahaan terus memburuk di masa depan, maka kemungkinan besar perusahaan akan gagal bayar.
“Semua hal di atas… menunjukkan adanya ketidakpastian material yang dapat menimbulkan keraguan signifikan terhadap kemampuan grup untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,’ tambah perusahaan dalam pengajuan.
Raksasa real estat yang bermasalah ini sedang berjuang melawan krisis likuiditas yang dikhawatirkan dapat menyebar ke perekonomian China dan bahkan meluas ke luar negeri.
Perusahaan yang berbasis di Foshan, Guangdong ini mengatakan pada Rabu pagi bahwa mereka berencana untuk menerbitkan saham baru senilai 270 juta dolar Hong Kong (US$34,4 juta) kepada Kingboard Holdings, produsen laminasi yang berbasis di Hong Kong, sebagai pengganti pinjaman yang telah jatuh tempo untuk pembayaran kembali.
Pengumuman tersebut disampaikan pada hari yang sama ketika Guangzhou melonggarkan peraturan hipotek bagi pembeli rumah dalam upaya untuk mendukung sektor properti yang sedang dilanda krisis.
Menurut Moody’s, Country Garden memiliki total kewajiban hampir US$200 miliar. Perusahaan ini menghadapi tekanan yang semakin besar untuk melunasi utang obligasi sekitar 31 miliar yuan (US$4,3 miliar) yang akan jatuh tempo pada akhir 2024.
Sumber : cnnindonesia