Wall Street pekan ini akan dihadapkan pada berbagai risiko yang dapat mengganggu pasar keuangan AS. Sikap hawkish dari Federal Reserve, lonjakan imbal hasil treasury, dan ancaman penutupan pemerintahan semakin memperumit prospek ekuitas AS. Investor pun semakin khawatir dan gelisah menghadapi beragam tantangan ini.
Saham-saham AS telah merosot lebih dari 6% dari puncaknya pada akhir Juli, menurut laporan Reuters. Minggu terakhir ini terbukti sangat menegangkan bagi para investor, dengan The Fed memproyeksikan suku bunga yang akan tetap tinggi lebih lama dari yang diperkirakan. Hal ini telah memicu aksi jual saham dan obligasi AS.
Indeks S&P 500 (.SPX) turun sebanyak 2,9% selama minggu ini, mencatat penurunan mingguan terbesar sejak Maret. Data dari penelitian BoFA Global juga menunjukkan bahwa investor secara cepat menjual ekuitas global, dengan jumlah bersih USD16,9 miliar yang keluar dari saham dalam sepekan hingga Rabu. Walaupun indeks ini masih naik sebesar 12,8% year-to-date, ketidakpastian ekonomi semakin meningkat.
Charlie Ripley, ahli strategi investasi senior di Allianz Investment Management, mengatakan, perusahaan mengalami pertumbuhan yang kuat selama bulan-bulan musim panas. “Namun kami sedang memasuki periode di mana terdapat risiko signifikan terhadap perekonomian. Hal ini membuat investor ragu untuk mengambil risiko lebih lanjut terhadap saham,” ujarnya Minggu (24/9/2023).
Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun, yang bergerak berbanding terbalik dengan harga, mendekati level tertinggi dalam 16 tahun. Imbal hasil yang tinggi ini mengurangi daya tarik saham dengan menawarkan investor pembayaran yang lebih menarik atas investasi yang dianggap bebas risiko.
Selain itu, ada beberapa potensi ancaman lain terhadap pertumbuhan ekonomi AS. Salah satunya adalah suku bunga yang lebih tinggi, jika The Fed tetap pada janjinya untuk menjaga biaya pinjaman tetap tinggi guna meredakan laju inflasi.
Brian Jacobsen, kepala ekonom di Annex Wealth Management, mengatakan, The Fed terlalu percaya diri dengan narasi soft-landing. “Hal ini merupakan sinyal peringatan bahwa The Fed yang terlalu percaya diri dapat mengabaikan tanda-tanda awal pelemahan ekonomi,” katanya.
Risiko lainnya meliputi kenaikan harga minyak, pembayaran kembali pinjaman mahasiswa yang akan dimulai pada bulan Oktober, dan ancaman penutupan pemerintahan jika anggota parlemen tidak dapat menyetujui anggaran pada tanggal 30 September.
Selain faktor ekonomi, faktor musiman juga memberikan ketidakpastian untuk jangka pendek. S&P 500 mencatat kinerja terlemah selama 10 hari terakhir sepanjang tahun ini pada 18 September, menurut penelitian BofA Global. Sejarah menunjukkan bahwa indeks ini cenderung turun sekitar 1,66% saat kinerja selama 10 hari pertama satu bulan di bawah rata-rata, seperti yang terjadi pada tahun ini.
Meskipun ada banyak dana yang tersedia untuk investor yang ingin membeli ketika pasar melemah, penurunan hingga S&P 500 mencapai 4.200, sekitar 3% dari level saat ini, dapat memicu tindakan pembeli untuk menghentikan pelemahan jangka pendek, menurut Keith Lerner, co-chief investment officer di Truist.
Adam Turnquist, kepala strategi teknis untuk LPL Financial, tetap optimistis meskipun banyak indikator momentum telah berubah menjadi bearish. Dia mencatat bahwa S&P 500 masih di atas rata-rata pergerakan 200 hari, dan tidak ada tanda-tanda besar investor melarikan diri ke tempat yang lebih aman. Meskipun ada penurunan, dia mengingatkan bahwa ini adalah hal yang biasa dalam konteks pasar yang bullish.
Sumber : beritasatu