Harga minyak turun tipis pada perdagangan Jumat (15/3) usai sempat melonjak nyaris 4 persen pada perdagangan sebelumnya.
Meski harganya sedikit turun, minyak masih mahal. Melesatnya harga minyak dipicu proyeksi peningkatan permintaan minyak. Selain itu, serangan Ukraina ke kilang-kilang minyak Rusia, serta data stok minyak Amerika Serikat (AS) juga turut mengerek harga.
Mengutip Reuters, minyak mentah berjangka Brent turun tipis 41 sen atau 0,5 persen menjadi US$85,01 per barel. Ini pertama kalinya minyak tembus level US$85 per barel sejak November 2023.
Lalu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS pun drop 32 sen atau 0,4 persen menjadi US$80,94 per barel.
Kamis (14/3) kemarin, Badan Energi Internasional (IEA) mengangkat pandangannya mengenai pertumbuhan permintaan minyak pada 2024 untuk keempat kalinya sejak November, karena serangan Houthi mengganggu pengiriman Laut Merah.
Permintaan minyak dunia diprediksi meningkat sebesar 1,3 juta barel per hari pada tahun ini. Perkiraan ini naik 110 ribu barel per hari dari laporan bulan lalu.
IEA juga memperkirakan akan terjadi sedikit defisit pasokan tahun ini setelah anggota OPEC+ memperpanjang pengurangan pasokan, dari surplus sebelumnya.
Pendorong harga lainnya adalah serangan drone Ukraina ke kilang-kilang minyak Rusia pada hari kedua serangan drone besar-besaran pada Rabu (13/3). Serangan itu menyebabkan kebakaran di kilang terbesar Rosneft dalam salah satu serangan paling serius terhadap sektor energi Rusia dalam beberapa bulan terakhir.
Selain itu, stok minyak mentah AS turun secara tak terduga pada minggu lalu karena kilang meningkatkan pemrosesan, sementara persediaan bensin merosot karena permintaan meningkat.
Di Amerika Serikat, beberapa tanda perlambatan aktivitas ekonomi sepertinya tidak akan mendorong bank sentral Federal Reserve (The Fed) untuk mulai memotong suku bunganya sebelum Juni.
Suku bunga yang lebih rendah mengurangi biaya pinjaman konsumen, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak.
Sumber : cnnindonesia