Harga minyak Brent bergerak naik tipis di awal perdagangan Selasa pagi, diperdagangkan di kisaran US$ 66,71 per barel, didorong oleh kabar perpanjangan jeda tarif perdagangan antara Amerika Serikat dan China. Langkah ini menumbuhkan harapan akan stabilitas perdagangan global dan mengurangi kekhawatiran perlambatan permintaan energi.
Sentimen positif juga datang dari kekhawatiran atas pasokan diesel global yang ketat. Permintaan yang kuat, dikombinasikan dengan keterbatasan suplai meski OPEC+ meningkatkan produksi, membuat harga minyak mendapat dukungan.
Pasar kini menantikan pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Alaska pada 15 Agustus mendatang. Jika pertemuan tersebut menghasilkan kemajuan diplomatik terkait konflik Ukraina, tekanan terhadap harga minyak dari potensi sanksi terhadap Rusia bisa berkurang.
Dari sisi proyeksi, Goldman Sachs mempertahankan perkiraan harga Brent di kisaran US$ 64 per barel untuk kuartal IV 2025, sementara Citibank memprediksi harga dapat turun ke level low $60 pada akhir tahun jika permintaan global melemah.
Secara teknikal, harga Brent masih berada di bawah EMA50, mengindikasikan tren melemah dalam jangka pendek. Resistance terdekat berada di sekitar US$ 69,65, sementara support kuat ada di level US$ 66,00. Analis memproyeksikan kemungkinan koreksi ke atas sebelum potensi penurunan lanjutan, jika momentum bearish kembali menguat.
Dengan kombinasi faktor fundamental dan teknikal tersebut, pelaku pasar minyak disarankan untuk mencermati level teknikal kunci dan perkembangan geopolitik menjelang akhir pekan, yang berpotensi menjadi penentu arah harga selanjutnya.
Sumber : newsmaker.id
