Tingkat inflasi tahunan Australia naik tajam jadi 3,2% di kuartal III 2025, dari 2,1% di kuartal II. Angka ini lebih tinggi dari perkiraan pasar (3,0%) dan jadi level tertinggi sejak pertengahan 2024. Lonjakan ini menunjukkan tekanan harga mulai balik lagi setelah sempat reda, dan bikin cerita “inflasi sudah aman” jadi agak buyar.
Kenaikan terutama datang dari barang-barang kebutuhan rumah tangga. Inflasi barang (goods inflation) naik ke 3,0% dari 1,1% sebelumnya, didorong biaya energi yang makin berat buat konsumen. Harga listrik melonjak lebih dari 20% dalam setahun karena penyesuaian tarif, sementara bahan bakar ikut naik setelah sempat turun di kuartal-kuartal awal. Makanan, sewa rumah, transportasi, sampai pakaian juga mencatat tekanan harga yang lebih kuat.
Bukan cuma barang. Jasa juga makin mahal. Inflasi jasa naik ke 3,5%, dari 3,3%, artinya sektor layanan — seperti kesehatan, rekreasi, liburan domestik — ikut nyumbang dorongan harga. Ukuran inflasi inti favorit bank sentral (trimmed mean) naik jadi 3,0% secara tahunan dari 2,7%, dan itu di atas ekspektasi. Ini penting karena menunjukkan tekanan harga bukan cuma efek sementara bensin atau listrik, tapi sudah melebar.
Buat bank sentral Australia (RBA), angka ini bikin situasi rumit. Pasar tadinya berharap pelonggaran suku bunga lanjut setelah dua kali pemotongan awal tahun, tapi data ini bilang: hati-hati dulu. Dengan inflasi inti masih di atas target 2%–3% dan pasar tenaga kerja yang masih relatif kuat, RBA bisa saja menahan diri buat nggak buru-buru potong bunga lagi. Artinya, tekanan biaya hidup masih jadi isu besar buat rumah tangga Australia, dan harapan “rate cut cepat” bisa mundur.
Sumber: Newsmaker.id
