Harga minyak dunia turun di awal perdagangan Asia, Selasa (21/5) pagi. Ini terjadi karena investor mengantisipasi inflasi dan suku bunga AS yang lebih tinggi dalam jangka panjang.
Tingginya inflasi dan suku bunga acuan bank sentral AS (The Fed) disinyalir menekan permintaan minyak dari konsumen dan industri.
Dilansir dari Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent turun 12 sen atau 0,1 persen menjadi US$83,34 per barel. Sedangkan, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 8 sen atau 0,1 persen menjadi US$79,72 per barel.
Analis dari Fujitomi Securities Toshitaka Tazawa menuturkan kedua benchmark tersebut turun kurang dari 1 persen karena pejabat The Fed sedang menunggu lebih banyak tanda-tanda perlambatan inflasi sebelum mempertimbangkan penurunan suku bunga.
“Kekhawatiran melemahnya permintaan menyebabkan penjualan karena prospek penurunan suku bunga The Fed semakin jauh,” katanya.
Maklum, suku bunga yang tinggi dapat meningkatkan biaya pinjaman. Hal ini pun dapat menahan pertumbuhan ekonomi dan menekan permintaan minyak.
Sementara itu, Wakil Ketua The Fed Philip Jefferson mengatakan masih terlalu dini untuk mengklaim apakah perlambatan inflasi akan bertahan lama.
Sedangkan, Wakil Ketua The Fed Michael Barr mengatakan kebijakan restriktif memerlukan lebih banyak waktu. Adapun Presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic mengatakan pihaknya butuh waktu yang lebih panjang untuk memproyeksi apakah apakah inflasi bakal bertahan lama atau tidak.
Di sisi lain, menurunnya permintaan minyak mentah membuat pasokan jadi melimpah. Ini dapat membuat penurunan harga minyak lebih rendah dalam jangka panjang.
Sumber : cnnindonesia